Minggu, 25 November 2018

Menjelajahi Sumber Pitu Pujon Malang

Apa yang ada dipikiranmu ketika mendengar Malang? Apel? Cuaca dingin? Pantai? Atau kampusnya? Oh sebenarnya Malang juga miliki banyak sekali wisata alam selain pantai dan gunung, memang sebab kawasannya dikelilingi gunung, tidak heran jika Malang juga miliki banyak sumber mata air, termasuk juga sumber mata air yang saya datangi ini.

** 

"Jam berapa warga setor susu sapi ke koperasi?"
"Jam 5 pagi,"
"Okelah, kutunggu,"
Pukul 3 dini hari, di perapian dekat tenda camp.

**

Aku bertahan di perapian dengan sisa-sisa tenaga, menahan kantuk untuk tidak tidur sampai pukul 5 pagi demi beli susu sapi segar yang disetor warga sekitar ke koperasi desa. Bicara sekedarnya, mendengar ocehan teman dengan malas-malasan dan memastikan api unggun di perapian menyala sampai terang matahari muncul.

Pelan, api perapian mulai padam, satu persatu teman yang sejak pukul dua pagi pergi tidur mulai keluar dari tenda, cuaca mulai terang dan sesekali kulihat orang-orang kampung mendatangi koperasi desa dengan wadah cup besi besar yang dipikul di kepala.


Warga pergi setor susu sapi

**
"Oke, sudah jam 5 pagi, ayo beli susu sapi,"
"Eh km mau kemana?"tanya rekan bermalamku yang juga tak tidur semalaman
"Loh, ke koperasi desa beli susu sapi, kita mau kesitu kan?"
"Kamu nggak liat, susu sapi mulai diangkut mobil untuk dibawa ke koperasi di kecamatan, kita terlambat,"
"Trus kita mau kemana?"

**
Alih alih ke koperasi desa, kami justru berjalan ke arah yang berlawanan, berjalan perlahan sambil menunggu cahaya matahari muncul sempurna.
"Kita jalan jalan pagi aja, ini jalan ke arah sumber air, kita kesitu,"



Ladang sayur yang kami temui selama perjalanan
Aku memprotes, sebab kabarnya, kami harus berjalan 3km lebih untuk sampai tempat parkir sumber air, dan masih harus berjalan lagi 2km lebih untuk menuju sumber airnya, yang kabarnya jalanan yang bakal dilalui jauh lebih terjal dari yang ada dihadapan kami.



Aku melengos kesal sembari mengoceh tak jelas, tapi toh kembali ke tenda juga bukan pilihan yang ingin kuambil, sebab membayangkan aku tetap tak bisa tidur diantara teman-teman yang sedang tertidur pulas membuatku malas.

Pelan tapi pasti, langkah kami semakin menjauhi tenda dan perkampungan.

Suasana pagi, udara segar, suara-suara hewan di pepohonan, sesekali angin lembut pagi, rasa-rasanya aku telah lupa akan kekesalanku tadi, aku mulai menikmati perjalanan kami meski mengantuk dan lelah, ah ya, dan tidak lupa mengambil gambar.




Sayuran di perkebunan milik warga setempat


Lahan tawon madu milik warga

**
Setengah tujuh tepat saat kami sampai di parkiran, pos terakhir sebelum melanjutkan perjalanan ke sumber air yang kabarnya berjarak 2km lebih. 

Tak ada kendaraan terparkir selain satu mobil, satu tenda, dan beberapa pria dewasa yang sepertinya memang bermalam di lokasi, deretan warung masih tertutup rapat, tak ada tempat beristirahat, dan hanya ada dua toilet di ujung. Sepi, hening, hanya suara lembut kicauan burung hutan di pagi hari, dan sesekali desiran angin. Kami beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.


Kondisi jalan menuju parkiran

**
Tidak mudah memang, trekking di pagi hari tanpa persiapan apapun sebelumnya, tanpa sepatu hiking, tanpa bekal, tanpa uang saku sebab tas tertinggal di camp, jadilah kami hanya bergantung pada satu botol air yang isinya tidak seberapa, yang memang sengaja dibawa oleh temanku.

Ngantuk? Capek? Pasti, tetapi harapan akan tempat indah yang akan kami kunjungi membuatku lebih kuat dari biasanya, membuat energiku bertambah, entah dari mana, begitulah, lantas kami melanjutkan perjalanan, kali ini tanpa sepatu yang aku kenakan, sebab hanya sepatu karet model bolong bolong di semua sisi yang hanya akan merepotkan, pikirku saat itu. 

Aku putuskan meninggalkannya di parkiran, nekat memang, tapi begitulah keputusan yang diambil oleh orang yang telah trekking berkilo-kilo jauhnya tanpa tidur malam sama sekali sebelumnya.


Nyeker

Sepuluh langkah kami berjalan, dua puluh langkah, entah langkah keberapa saat kami mulai letih sekaligus juga bersemangat, energi seolah bertambah, barangkali sebab pemandangan-pemandangan yang kami dapati selama perjalanan









Satu jam perjalanan, akhirnya kami mulai mendengar suara air mengalir, tangga jalan setapak menghantarkan kami ke sumber air.



Dan setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan, setelah tak tidur semalaman, dan trekking dadakan tanpa persiapan, tanpa bekal, tanpa sepatu atau sandal yang layak, sampailah kami ditujuan, sumber air yang biasa dinamai sumber pitu, sebab titik air mengalir ada tujuh rupa.

Baguskah? Woaaa aku berdecak kagum tak bisa berkomentar banyak, aku mengibaratkannya seperti alam di negeri dongeng yang biasa digambarkan dalam film-film kartun Disney. Oke barangkali aku berlebihan, kalau begitu aku persilahkan kalian untuk melihat sendiri keindahannya


Matahari muncul dari balik tebing sekitar pukul 8 pagi -sumber siji-


Sumber pitu, tujuh titik aliran air



Jadi, bagaimana? Masih ragu karena masih harus jalan kaki? :)

**

Notes

Coban Sumber Pitu Pujon Malang, sekitar 45 menit dari kota Malang.

Getting there
Bisa pakai kendaraan pribadi, sewa kendaraan, atau ojek online, karena jalan untuk kendaraan sudah terbilang bagus. Kalau kamu wisawatan luar kota yang memilih pakai kendaraan umum, bisa, sangat bisa.
Kamu bisa naik bus Bagong dari terminal Landungsari Malang, dan turun di Pasar Pujon, selanjutnya bisa sewa ojek konvensional di pasar sampai parkiran tempat wisata, untuk selanjutnya trekking ke lokasi sumber air.

Why Sumber Pitu?
Ada 3 sumber mata air di satu lokasi, dan saling terhubung, sumber pertama biasa disebut sumber siji (yang artinya satu dalam basa Jawa, dan memang hanya ada satu titik aliran air), naik sedikit dari sumber siji, lokasi lebih tinggi dari sumber siji, ada sumber pitu (yang artinya tujuh dalam basa Jawa, memang terdapat tujuh titik aliran air), dan terakhir lokasi yang paling tinggi, sumber papat (yang artinya empat dalam basa Jawa, terdapat empat titik sumber air mengalir).

Rute dan kondisi jalan bagaimana?
Mobil sudah bisa masuk, cuma jalan bebatuan sedikit terjal. Lokasi dari jalan raya ke "pintu masuk" atau kampung terakhir kira-kira 4km lebih, jalan mulus lancar, dari "pintu masuk" ke parkiran 3km lebih, jalan bebatuan sedikit terjal. Lokasi dari parkiran ke sumber air kira-kira 2km, dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan, medan cukup terjal dan nanjak (disarankan pakai sepatu yang layak dan membawa persediaan bekal, sebab di lokasi sumber air tidak ada pedagang makanan).

Aliran listrik, sinyal, bagaimana? rest area?
Info dari penjaga warung di parkiran, di parkiran tidak ada aliran listrik, baru ada kalau sudah turun ke bawah ke perkampungan warga. Tidak ada rest area, tidak ada restaurant atau penginapan di lokasi, hanya ada dua warung yang mulai buka dari jam 8 pagi sampai 4 sore, dua toilet, satu ruangan petugas setempat, dan pangkalan ojek.
Sinyal? Selama jalur trekking ada, memasuki area sumber tidak ada, di parkiran juga tidak ada.

Cheers,

Anisah

Instagram @anisah.17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar